Berkata Dalam Kebenaran

on Minggu, 23 November 2008

Penulis : Pdt. Titis Driharkoro B, S.Si


Manakala kita memperhatikan perkataan Tuhan Yesus di Yoh. 16:12-15 dengan seksama, maka yang menjadi subyek utama untuk “berkata-kata dalam kebenaran”, ternyata bukan manusia; tetapi yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus sebagai subyek tersebut adalah Roh Kudus, yang disebut pula dengan Roh Kebenaran. Di Yoh. 16:13, Tuhan Yesus berkata: “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakanNya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang”. Para murid dan orang percaya dijanjikan akan dikaruniai Roh Kebenaran yang akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran. Dalam ucapan Tuhan Yesus tersebut sangat jelas bahwa Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran menjadi subyek atau pelaku yang menentukan dalam memimpin para murid dan orang-orang percaya kepada seluruh kebenaran Allah. Ini berarti tanpa peranan, penyertaan dan bimbingan dari Roh Kudus, para murid dan orang-orang percaya tidak akan pernah mampu untuk mengenal dan berkata-kata dalam kebenaran Allah. Namun sangat menarik, bahwa ternyata dalam kasus tersebut Roh Kudus tidak berdiri sendiri dalam mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, karena: “Ia tidak akan berkata-kata dari diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakanNya”. Jadi dalam mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, Roh Kudus terlebih dahulu telah mendengar suara Allah dan perkataan Kristus, sehingga Ia dapat mengatakan seluruh kebenaran Allah.

Lebih dari pada itu di Yoh. 16 kita juga dapat menyaksikan bagaimana terdapat hubungan atau relasi personal yang begitu erat antara Roh Kudus dengan Tuhan Yesus. Sebab Roh Kudus yang akan memimpin umat percaya kepada seluruh kebenaran Allah pada hakikatnya bermuara kepada tindakan “memuliakan Kristus”. Di Yoh. 16:14 Tuhan Yesus berkata: “Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu”. Karena seluruh kebenaran Allah yang akan disampaikan oleh Roh Kudus pada hakikatnya berasal dari Kristus. Dalam pengertian ini seluruh kebenaran Allah sesungguhnya bersumber dari Kristus, sehingga berita yang akan disampaikan oleh Roh Kudus tentang seluruh kebenaran Allah adalah diri Kristus sendiri. Jadi Injil Yohanes mau menyatakan bahwa Kristus adalah manifestasi dari seluruh kebenaran Allah. Namun, bukankah manusia tidak akan mudah untuk percaya dan menerima Kristus sebagai kebenaran Allah dengan usaha dan kekuatannya sendiri? Karena keterbatasan dan keberdosaan kita, maka kita tidak mungkin dapat mengenal seluruh kebenaran Allah yang telah dinyatakan di dalam Kristus. Itu sebabnya Allah mengaruniakan Roh Kebenaran untuk membimbing agar kita dapat percaya dan menerima Kristus. Dengan demikian, kebenaran Allah secara hakiki tidak dapat terlepas dari Kristus. Manakala manusia ingin mengetahui kebenaran Allah, maka manusia tidak dapat mencariNya di luar Kristus. Yoh. 16:15 memberi alasan dan penegasan diri Kristus sebagai manifestasi kebenaran Allah, yaitu: “Segala sesuatu yang Bapa punya adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari padaKu”. Segala sesuatu yang dimiliki Allah pada hakikatnya juga dimiliki Kristus. Pernyataan ini sejajar dengan perkataan Tuhan Yesus di Mat. 11:27, yaitu: “Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpupn mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadaanya Anak itu berkenan menyatakannya”.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menghayati iman secara bias dan mendua. Percaya kepada Kristus, tetapi kita gagal untuk berkata-kata dalam kebenanaran dan hikmat Allah. Kata-kata kita sering membawa akibat yang destruktif bagi anggota keluarga dan sesama di sekitar kita. Bilamana kuasa hikmat Allah memiliki daya cipta yang kreatif dan mampu menaklukkan kegelapan menjadi terang, maka perkataan atau ucapan kita justru sering menghancurkan segala hal yang baik, sehingga kita mengubah terang menjadi kegelapan. Jikalau kuasa hikmat Allah yang dinyatakan di dalam Kristus mampu membebaskan jiwa yang terbelenggu dari kuasa dosa, maka sering ucapan dan kata-kata kita mematahkan pengharapan dan semangat hidup sesama kita. Ucapan dan kata-kata kita memiliki “otoritas” yang hampir sama dengan sang Hikmat Allah, tetapi beda karakter dan kualitasnya. Sebab bilamana sang Hikmat Allah memiliki kuasa untuk membangkitkan daya hidup dan mampu memulihkan apa yang rusak, justru sebaliknya ucapan dan kata-kata kita memiliki kuasa untuk meruntuhkan dan menghancurkan apa yang baik. Penyebabnya karena realita iman belum menjadi realitas batin dan spiritualitas kita. Iman yang kita miliki masih berada di bagian permukaan, sehingga yang menguasai dan mengendalikan ekspresi kepribadian kita bukanlah kuasa iman, tetapi kuasa dosa yang telah bercampur dengan berbagai luka batin yang pernah kita alami. Itu sebabnya kita sering tidak mampu berkata-kata dalam kebenaran dan hikmat Allah. Kata-kata dan ucapan kita lebih banyak lahir dari hikmat duniawi dan luka-luka batin (trauma emosi) yang belum sepenuhnya diterangi oleh cahaya pengampunan Allah. Realitanya kita belum mengalami pendamaian (rekonsiliasi) dengan Allah. Jadi iman kita sering masih bias dan mendua, karena Roh Kudus belum menerangi seluruh batin kita.

Namun kita tidak boleh kecil hati dan putus-asa dalam menghayati iman. Sebab siapakah di antara kita yang tidak memiliki iman yang kadang-kadang bias dan mendua, sehingga antara apa yang kita hayati dan pikirkan selalu sesuai dengan tindakan dan ucapan? Bukankah kita sering masih jatuh-bangun dalam menghayati iman kepada Kristus? Kita semua masih berada dalam proses pertumbuhan, asalkan hati kita senantiasa terbuka untuk dibimbing dan diterangi oleh Roh Kudus. Sebab masih banyak segi-segi dan dimensi batin kita belum terbuka dan diterangi oleh Roh Kudus. Tanpa kita sadari, sering kita justru menutup dan menyembunyikan segi-segi batin kita dari terang Roh Kudus, sehingga wilayah “bayangan gelap” (shadow) dalam kepribadian kita masih dominan. Bukankah benar pandangan dari Sokrates yang mengatakan bahwa bilamana hidup batin yang tidak dapat diselidiki, maka dia juga tidak layak untuk dialami? Jadi manakala bagian atau segi-segi batin kita belum terbuka dan diterangi oleh kuasa Roh Kudus, maka bagian atau segi-segi batin tersebut masih serba gelap, irasional, liar, subyektif dan memiliki daya destruktif. Dengan kondisi yang demikian, maka pastilah kita akan gagal untuk bertindak dan berkata-kata dalam kebenaran. Bahkan yang mungkin terjadi kita akan berusaha memberangus dan memanipulasi kebenaran. Betapa sering dalam kehidupan ini kita telah memperlakukan kebenaran Allah yang kudus dan adil secara murah, serba subyektif dan sewenang-wenang. Kebenaran dan hikmat Allah sering kita “plintir” atau diperkosa secara sewenang-wenang. Kita kerap kali gagal untuk bertindak dan berkata-kata dalam kebenaran karena kita sering menjadi orang-orang yang lalim. Itu sebabnya kita menjadi musuh Allah karena kita melawan kebenaranNya. Jadi kita semua membutuhkan Kristus, agar dengan kuasa RohNya kita dipulihkan dan diperdamaikan dengan Allah.

Karya Roh ternyata bukan hanya membimbing dan menerangi seluruh batin manusia yang percaya kepada Kristus. Tetapi juga karya Roh memampukan kita untuk menyambut kasih Allah yang telah dicurahkan di dalam hati kita. Di Rom. 5:5 rasul Paulus berkata: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”. Makna “dicurahkan” berasal dari kata Yunani “ekkekhutai” (has been poured out) menunjuk tindakan menumpahkan dengan limpahnya. Jadi karya Roh Kudus mencurahkan dengan limpahnya kasih Allah tersebut, sehingga umat percaya dapat mengenal dan mengalami kekayaan kebenaran dan hikmat Allah. Ini berarti kekayaan kebenaran dan hikmat Allah tidak identik dengan kekayaan pengetahuan dan pemahaman saja, tetapi kaya dalam pengalaman kasih Allah. Bukankah ketika kita kaya dalam kasih Allah, maka kita dimampukan untuk senantiasa berkata-kata dalam kebenaran dan juga mampu bertindak dalam roh hikmat Allah? Jika demikian, untuk mengetahui apakah kita telah bertindak dan berkata-kata dalam kebenaran serta hikmat Allah dapat kita lihat hasil (output) dari apa yang telah kita lakukan. Apakah yang kita hasilkan dalam kehidupan kita adalah kasih Allah yang memiliki daya cipta yang membangun dan memulihkan apa yang rusak? Jika belum, maka kita sekarang perlu membuka hati selebar-lebarnya agar “bayangan kuasa gelap” di dalam batin kita makin diterangi oleh Roh Kudus agar kasih Allah juga makin dicurahkan di dalam hati kita.
Amin.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan isi pesan Anda pada kolom ini. Pesan ini terbuka baik untuk komunitas GITJ Salatiga atau pengunjung umum lainnya...

Pilih "Beri Komentar sebagai : Name/URL" agar Anda bisa mengisikan nama Anda, kemudian isikan Nama dan URL Anda. Jika Anda tidak memiliki URL, Anda bisa mengisinya dengan bebas, misalnya : www.agus.com, atau www.kristo.org dan sebagainya.